Prasangka dan diskriminasi dua hal yang mempunyai relevansi. Kedua
tindakan tersebut dapat mengakibatkan kerugian bagi pertumbuhan,
perkembangan, serta integrasi masyarakat. Kerugian prasangka melalui
hubungan pribadi dan akan menjalar bahkan melembaga (secara
turun-temurun). Jadi prasangka dasarnya pribadi dan dimiliki bersama.
Perbedaan terpokok antara prasangka dan diskriminatif adalah prasangka
menunjukkan pada aspek sikap, sedangkan diskriminatif pada tindakan.
Sikap adalah kecenderungan untuk berespons baik secara positif atau
negatif terhadap orang, obyek atau situasi.
Dalam konteks realitas, prasangka diartikan: “Suatu sikap terhadap
anggota kelompok etnis atau ras tertentu, yang terbentuk terlalu cepat
tanpa suatu induksi. Diskriminatif merupakan tindakan yang realistis”.
Dapat disimpulkan bahwa prasangka itu muncul sebagai akibat kurangnya
pengetahuan, pengertian dan fakta kehidupan, adanya dominasi kepentingan
golongan atau pribadi, dan tidak menyadari atau insyaf akan kerugian
yang bakal terjadi. Tingkat prasangka itu menumbuhkan jarak sosial
tertentu di antara anggota sendiri dengan anggota kelompok luar.
Sebab-sebab terjadinya prasangka:
1. Pendekatan Historis
Pendekatan ini berdasarkan teori pertentangan kelas, menyalahkan
kelas rendah di mana mereka yang tergolong kelas atas mempunyai alasan
untuk berprasangka terhadap kelas rendah
2. Pendekatan Sosiokultural dan Situasional
a. Mobilitas sosial: gerak perpindahan dari strata satu ke
strata sosial lainnya. Artinya kelompok orang yang mengalami penurunan
status akan terus mencari alasan mengenai nasib buruknya.
b. Konflik antara kelompok: prasangka sebagai realitas dari dua kelompok yang bersaing.
c. Stagma perkantoran: ketidakamanan atau ketidakpastian di
kota disebabkan oleh “noda” yang dilakukan oleh kelompok tertentu.
d. Sosialisasi: prasangka muncul sebagai hasil dari proses
pendidikan, melalui proses sosialisasi mulai kecil hingga dewasa.
3. Pendekatan Kepribadian
Teori ini menekankan pada faktor kepribadian sebagai penyebab
prasangka, disebut dengan frustasi agresi. Menurut teori ini keadaan
frustasi merupakan kondisi yang cukup untuk timbulnya tingkah laku
agresif.
4. Pendekatan Fenomenologis
Pendekatan ini ditekankan pada bagian individu memandang atau
mempersepsikan lingkungannya, sehingga persepsilah yang menyebabkan
prasangka.
5. Pendekatan Naive
Bahwa prasangka lebih menyoroti obyek prasangka tidak menyoroti individu yang berprasangka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar